CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Pages

Rabu, 23 Januari 2013

Cinta dalam Penantian


Cinta dalam Penantian
Oleh Nurul Izzati


Sejak awal masuk SMA , Adzkia memang terlihat sering menutup diri. Ia tidak terlalu ceria dan sering terlihat murung. Seperti ada banyak masalah yang selalu melanda pikirannya. Walaupun masalah yang dihadapinya itu tampak begitu berat, ia tak mau menceritakannya kepada siapapun, walaupun dengan sahabatnya sendiri.
Tantri, sahabatnya itu selalu ingin tahu apa masalah yang selalu disembunyikan Kia selama ini . tetapi tetap saja Kia tak mau mengatakannya. Sampai waktunya Tantri menyerah dan tak ingin lagi membuat Kia sedih.
Hari itu, Adzkia dari pagi terlihat sangat murung. Ia menyerah. Ia capek dengan masa lalu yang jadi masalahnya. Ia mulai berfikir bahwa ia memerlukan bantuan seseorang untuk membantunya dalam pencariannya. Jadi, saat siang pulang sekolah Adzkia mulai mau bercerita sedikit tentang seseorang yang selama ini dia cari, dia sedih karena sampai saat ini ia tak dapat menemukannya. Tetapi walaupun begitu, ia tetap menjaga rahasia pada masa lalunya itu rapat-rapat.

Saat itu pula, tantri sebagai sahabat, pastinya ingin jadi pahlawan yang ingin mengeluarkan Kia dari masa lalu yang selalu merantai hidupnya. Sikap  Tantri yang tidak tau apa-apa itu selalu terobsesi mencarikan Kia seorang pacar yang dapat merubah hidup Kia yang menurutnya hitam kelam itu.
Momen demi momen Tantri manfaatkan untuk dapat nyomblangin Adzkia sama cowok yang dia anggap baik-lah buat hidup Kia, dapat ngebahagiain Kia begitu. Kebetulan Kia sejak akhir–akhir ini selalu menanyakan teman lamanya yang bernama Rifky. Tapi walau itu cuman akal-akalan Tantri, Kia percaya saja dengan jawaban-jawaban yang diberikan Tantri yang tampaknya memberi harapan itu.
“Kamu yakin itu dia, Tan? . Dia itu teman SMP aku, dia udah nggak tinggal disini lagi. Nggak mungkin kamu bisa kenal sama dia”.
“Ya Ampun, apanya yang nggak mungkin coba! Kamu tau nggak, dunia tuh sempit kali!”
“Tapi kan, aku aja udah lama nggak ketemu sama dia , aku aja nggak tau dia dimana”
“Kamu tuh ya, coba aja kamu mau cerita sama aku, dia itu siapa sih? Pacar kamu ya? Ngaku aja deh. Pake tutup-tutupin segala lagi. Jadinya aku juga ikutan susah nih.”.
“Kamu nggak usah sok tau deh, aku kan udah berkali-kali bilang sama kamu, nggak usah tanya dia itu siapanya aku , aku udah bilang dia teman lamaku, udah gitu aja kok.”
“Iya deh maaf, maafin dong?”
“Lagian kamu, aku kan cuma mau nanya aja, kamu nya lagi lagi nanya soal itu-itu aja, bosen tau!”
“Ya udah, sebagai permohonan maaf nih, aku kasih kamu nomer hape-nya nih, ini beneran Rifky loh. Kamu mau nggak? Mau dong ya?”
“Hmm.., mau nggak ya? Ya udah, mau aja deh.”
“Halaah..,mau aja apa mau banget? Ahahaha.
Mereka berdua tertawa bersama, dan Tantri pun merasa senang sudah membuat Kia tertawa selepas itu.


***


            Sejak saat itu Kia mulai terlihat ceria, iya selalu kirim-kiriman pesan pada cowok yang kata Tantri itu teman lamanya Kia. Tentunya Tantri bangga sekali sudah bisa nyomblangin Kia sama seorang cowok.
            “Gimana Kia, aku nggak bohong kan sama kamu ?”
            “Sejauh ini sih enggak ya. Aku kan belum ngeliat dia. Buat ngebuktiin, aku mau ketemu sama dia nih, gimana menurut kamu?”
            “Emmm, eee..eee… terserah kamu aja deh, eeemm itu kan hak kamu.”
“Ya udah deh, lain kali aku mau janjian ketemuan sama dia.”
Kia semakin kelihatan senang, dia akan bertemu orang yang lama ia tunggu-tunggu. Kia selalu berharap dan berkata dalam hati
 “Mudah-mudahan aku beneran bisa ketemu sama Rifky lagi, aku berharap banget.”


***


Tiba pada saatnya, hari itu Kia sudah janjian sama Rifky buat ketemuan di sebuah kafe di pusat kota. Hatinya sudah dipenuhi rasa tak sabar , semua tentang Rifky penuh dalam pikirannya.  Entah kenapa, mungkin karena saking senangnya hingga pikirannya tak dapat alihkan. Sambil mengendarai sepeda motor yang melaju ringan, ia bernyanyi dan sekaligus diiringi lagu yang diputarnya melalui musik player ponselnya, ia tak pernah sesenang itu.
Saat ia sedang melewati lapangan futsal, pandangan nya pun tertuju pada seorang cowok berbaju kaos futsal yang penuh keringat itu menyita perhatian Adzkia. Tapi tunggu, sepertinya Adzkia mengenalinya, cowok itu, Ya Tuhan apa aku tidak salah lihat, dalam hati Adzkia yang sangat kacau, pikirannya bercampur aduk , pikirannya mulai tak karuan.
“Ya Tuhan, apakah itu Rifky ku?”.
Ia segera meraih ponselnya dan mematikan musik player dan langsung menelepon Rifky. Dan…
Halo?” suara itu, Adzkia tidak kenal suara itu. Di tekannya tombol merah ponselnya, ia semakin kacau, di sana terlihat cowok berbaju kaos seragam futsal itu tidak memegang ponsel sama sekali, lalu terlihat melemparkan tasnya didalam bus pelajar luar kota itu beserta teman satu teamny. Ia memasuki bus dan segera berangkat dari tempat itu.
Jadi? Ini siapa? Hati Adzkia terus bergejolak, otaknya berfikir keras. Seketika ia memutuskan menelepon kembali, dan lagi-lagi..
 “Halo?”
Tapi, lagi-lagi, ini bukan suara Rifky, Kia menjerit dalam hatinya.
Kemudian, secara tak sadar ia telah melewati lapangan futsal itu dan Rifky nya pun sudah terlihat jauh. Ia pun menangis sejadi-jadinya.
“Tuhan, apakah ini tanda aku akan kehilangan Rifky yang kedua kalinya? Hanya sekejap saja aku melihat dia di sana. Masih belum cukup kah semua ini ya Tuhan?”
Sepanjang perjalanan ia terus menangisi apa yang baru saja di alaminya, sekian lama ia mencari Rifky, tapi setelah melihat saja, ia harus kehilangan kembali Rifky nya, bahkan Rifky sendiri tak sempat melihatnya. Hati Kia penuh dengan emosi bergejolak, ia segera menemui sahabatnya sendiri yang tega membohonginya.


***


            “Kenapa kamu tega-teganya bohongin aku! Udah cukup aku ngerasain sakit. Tega ya kamu. Kamu itu sahabat apa sih?”
Dengan terengah-engah Kia mengatur nafas, rasanya  yang emosi bergejolak dan bergemuruh dalam hatinya meluap begitu saja di depan Tantri. Air mata tak sanggup dibendungnya. Dengan terisak-isak ia terus menghakimi Tantri. Tantri yang terkejut dengan kedatangan temannya itu hanya diam termangu merasa bersalah dan berusaha meminta maaf atas kesalahannya pada Kia.
Tantri berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, sebanarnya ia lakukan itu hanya untuk membuat Kia senang dan membuatnya merasa bahagia. Tapi ternyata semua menyimpang jauh dari dugaannya.
“Aku minta maaf banget ya Kia, aku nggak ada maksud bikin kamu sedih kayak gini. Aku nggak nyangka semuanya bisa jadi begini. Aku minta maaf baget ya. Dia baik kok, dia nggak bakalan nyakitin kamu. Aku kenal banget sama dia, dia baik banget kok Ki.”
“Kamu tuh nggak tau masalah sebenarnya, jadi ingetin sama kamu! Jangan sok tau! Aku nggak nyangka kamu bisa sejahat itu sama aku!”
Tantri merasa bersalah, kesal pada dirinya, ia menyesal melakukannya. Matanya mulai berkaca-kaca, ia sudah berusaha menjelaskan, tapi Kia tetap tak mau memaafkannya. Kia pun berlalu meninggalkan Tantri, tak sanggup lagi ia memandang sahabatnya itu.
Ahh! Apa itu yang dinamakan sahabat! Aku muak mendengar kata-katanya yang selalu menatasnamakan kebahagiaanku! Nyatanya, aku tak bahagia sama sekali. Tapi  dia yang sengaja menambah kesedihan ku, merusak kebahagiaan ku!
Selama perjalanan pulangnya itu Adzkia tak henti-henti memikirkan kejadian yang baru saja dia alami. Rasanya sakit, ketika dalam keadaan yang tidak tepat sahabatnya tega membohonginya. Tak pernah ia bayangkan  sebelumnya bisa seperti ini.
Setelah sampai di rumah Adzkia tak lagi mengucapkan salam kepada Papa dan Mama nya yang sudah lama menunggunya di ruang keluarga. Dengan mata yang sembab dan muka nya yang berantakan, menyisakan kekhawatiran di benak kedua orangtuanya.
Kia melempar tas-nya dan langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Air matanya mengalir seiring sakit hati yang ia rasakan.  Kepalanya terasa pusing, pikirannya bercabang-cabang. Fikirannya melayang tak tentu arah. Di sana terlihat Rifky yang pergi meninggalkannya, Tantri yang sedang menertawakannya, orangtuanya yang mencemaskannya. Semuanya! Semua masa lalunya  tiba-tiba datang merasuki alam ingatannya…


***


Teringat saat Kia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, sebuah cerita dimana Kia bersahabat dekat dengan Rifky. Rifky selalu menemani Kia dalam keadaan apapun. Kemana-mana mereka selalu berdua. Banyak orang menyangka mereka berdua pacaran, tapi nyatanya tidak. Entah apa yang dirasakan oleh hati keduanya. Mereka selalu bercanda bersama, tiap hari Kia selalu bercerita dan curhat tentang kesehariannya bersama Rifky setelah pulang sekolah di belakang sekolah tempat mereka biasa nongkrong.
Hari itu mereka berdua sudah memasuki semester pertama mereka di kelas Dua. Sorenya Rifky sudah janjian untuk jalan-jalan bersama Kia, karena sewaktu sebelum kenaikan kelas, Rifky sudah berjanji akan mentraktir Kia kalau mereka sudah sama-sama naik kelas nanti.
Pergilah mereka berdua bersepeda sore bersama mengelilingi kampung dan makan eskrim bersama di taman. Canda gurau selalu mengisi hari-hari mereka kumpul bersama. Begitu pula senyum kegembiraan selalu  mewarnai wajah Kia ketika bersama Rifky. Rifky senang setiap saat bersamaa Kia, ia selalu menemani dan menjaga Kia.
Setelah puas berjalan-jalan dan jajan di sana-sini mereka berdua pun pulang. Tidak lupa Rifky selalu mengantar Kia sampai dirumahnya.
“Makasih ya Ki, udah traktir aku, kenyang benget nih. Sering-sering aja yaah!” Rifky hanya tersenyum dan segera berpamitan dengan Kia beserta kedua orang tuanya.
Siang itu, Kia tampak gembira sekali. Tidak seperti biasanya, senyumnya yang sebentar-sebenta mengembang, membuat teman-temannya penasaran apa yang sedang dia alami, termasuk Rifky.
“Kamu kenapa Kia, kok senyam-senyum sendirian gitu? Jangan bilang kamu udah gila? Ya Ampun kasian cantik-cantik gila. Cuma aku yang mau nemenin kamu kalau kamu gila.”
“Guraunya jangan gitu dong. Iya aku tau kok. Kamu kan emang temen aku yang paliiiiing baik di dunia, hehe. Nanti pulang sekolah aku cerita deh sama kamu. Aku tunggu ya nanti!”
“Iya deh iya.. “
Kriiiing….kriiing….kriiiing
Bel pulang sekolah berbunyi, mereka berdua langsung menuju taman belakang sekolah. Di sana Kia bercerita panjang lebar bahwa dia sudah  punya pacar dan bagaimana kronologinya. Walaupun hari sudah mulai sore, Kia tetap bersemangat bercerita. Disaat asyik bercerita tiba-tiba Rifky memotong pembicaraan dan mengingatkan agar segera pulang. Dan mau tidak mau Kia pun ikut pulang bersama Rifky.
Dan beberapa hari setelahnya, Kia sangat heboh, ke sana ke mari berlari lari. Bicara dengan kencang, bagaimana tidak, berbicara dengan temannya yang jarak nya seperti dari Sabang sampai ke Merauke, jauh banget. Saking sibuknya kali yaa. Menghampiri teman saja tidak sempat. Ternyata ia besok akan merayakan hari ulang tahun nya dan mengingatkan teman-temannya untuk memberinya kado.
“Ki, besok kamu datang ya ke rumah aku. Eeets, jangan lupa bawa kado buat aku ya temen baik, hehe.”
Lagi-lagi Rifky hanya tersenyum, walaupun Kia tau Rifky memang suka begitu. Tapi kali ini perasaan Kia manafsirkan lain. Entah apa yang dirasakan Kia, Ia sendiri pun tak tahu.
Hari inilah Kia ulang tahun, tapi ia tidak merasa senang, ia masih memikirkan firasatnya tentang Rifky. Semalaman ia tak bisa tidur, berkali kali ia mencoba menghalau pikiran kacau yang kerap mengganggunya itu. Sampai acara itu tiba, Rifky tak datang-datang menghadiri perayaan ulang tahun Kia.
Kia gelisah, apa yang akan dilakukan oleh Rifky, dalam benaknya ia berfikir keras. Tadi, Rifky juga tidak sekolah. Kia semakin khawatir dengan Rifky. Beberapa teman lainnya berkata pada Kia bahwa Rifky selalu menanyakan dia. Tapi, setelah ditanya mereka juga tak tahu kemana Rifky.
Suatu sore, keesokan harinya hari sedang hujan, seperti biasa Adzkia tak pernah pergi keluar rumah kecuali pergi ke sekolah ataupun kepentingan lain, Kia hanya di rumah saja. Ia masih belum berhenti memikirkan Rifky. Saat dia sedang berada kamar, di bukanya tirai, dan di sana di depan teras rumah tetangga, itu siapa? Dalam hati ia berkata-kata. Di lihatnya kembali jelas-jelas, siapa yang dilihatnya itu? Astaga! Itu Rifky berdiri dengan sepeda nya basah kuyup sambil memandang ke arah kamar Adzkia.
“Kenapa Rifky hujan-hujanan disana? Ya Ampun Rifky kemana aja kamu. Kasihan kamu Rifky, nanti kamu bisa sakit.” Saat itu pula Kia ingin memanggilnya, Kia langsung pergi keluar kamar, langsung mengambil payung dan bergegas menemui Rifky. Tapi saat itu pula Rifky segera mengayuh sepedanya pergi dari tempat itu. Saat tiba di luar, dilihatnya di sana Rifky tidak terlihat lagi. Dialihkan pandangannya ke ujung jalan, terlihat Rifky sedang mengayuh sepeda kecilnya. Kecewa bergemuruh dalam hati Kia. Ada apa sih dengan kamu Ki? Apa salah  aku sama kamu?
***

Berminggu-minggu Rifky sudah tidak masuk sekolah. Kia semakin gelisah memikirkan apa arti firasatnya waktu itu, hingga saat ini Rifky belum juga muncul dihadapannya. Mengapa sore itu Rifky tak mau menghampiri aku? Mengapa ia pergi begitu saja? Tidak adakah kata-kata yang ingin diucapkannya padaku? Rifky, apa salah aku sama kamu? Apa kamu nggak suka aku pacaran sama Kak Marsel? Aku minta maaf kalau aku udah bikin kamu begini. Kamu kemana? Aku kangen sama candaan kamu, Ki.
Kia tak dapat berhenti memikirkan Rifky, ia tak dapat membohongi kata hatinya yang merindukan sosok Rifky kembali. Ia sadar ia sudah punya pacar. Tetapi mengapa malah Rifky yang selalu ada dalam pikirannya.


***


           


Tok…tok…tok..
“ Kiaaa…, nak, bangun nak. Kia bangun sayang… Kiaa…”
Tok…tok…tok..
“Kia… bangun dong sayang. Ada yang nyariin kamu tuh, nak.”
Mama Kia terus membangunkankan Kia. Kia pun terbangun dari tidurnya yang melelahkan. Ternyata ia tadi tertidur di tengah isak tangisnya, mungkin ia sudah merasa lelah sehingga terlelap. Jauh di alam mimpi tadi ternyata dia kembali ke masa lalunya.
“Ya Tuhan, bagaimana ini bisa terjadi. Aku sudah lama berusaha ingin melupakannya. Tapi aku sendiri masih terperangkap dalam masa lalu itu”
“Kia, cepat sayang. Tamunya sudah lama menunggu kamu.”
“Nggak ma, palingan itu Tantri. Aku nggak mau ketemu sama dia!”
“kamu tolong keluar dulu ya sayang…”

Dengan muka yang suntuk dan bermalas-malasan, Kia keluar kamar. Sebenarnya ia malas sekali melayani tamu dalam keadaannya yang seperti tak terurus itu.

“Mama tau kamu lagi sedih banget ya.., tapi kalau ada tamu begitu kamu rapiin sedikit ya rambutnya.”
            Adzkia baru tersadar setelah di hadapan kaca ternyata rupanya di sana benar-benar kusut, “apa yang ku pikirkan sampai jadinya begini. Untung aja mama nggak sampai bilang kayak kuntilanak.”bisiknya dalam hati. Rambutnya langsung dirapikannya dengan bersisir lalu diikat nya.
Mama Kia langsung mengajak Kia ke ruang tamu. Dengan tertunduk ia, lalu melihat di sana, “tuh kan, ada Tantri, au ahh malas banget!”, ia menggerutu dalam hati. “Tapi, itu siapa di sebelah Tantri? Astaga!
            “Rifky?”, ia setengah menjerit.
            “Tan, kok Rifky bisa sama kamu?. Rifky, kok.. kamu? “
           
Kia menggeleng-gelengkan kepala, serasa tidak percaya dengan apa yang dialaminya. Ia menepuk-nepuk pipinya. Benarkah ini?

            “Kamu nggak sedang bermimpi Kia, kamu kan baru saja bangun. Ini aku, beneran aku Rifky, masak kamu nggak kenal sama aku ?” Rifky mendekati Kia.
            “Aku nggak percaya, kok kamu?”
            “Iya, Tantri itu Adik ku, Kami  berdua memang sudah lama berpisah. Karena kedua orang tua kami. Dan sekarang, aku sudah tinggal di sini”
            “Haa? Aku masih belum percaya. Nggak, nggak, ini nggak mungkin Ki.”
            “Iya , Kia. Rifky itu kakak ku. Udah aku bilang, aku nggak ada maksud bohongin kamu begitu Kia”
            “Tapi kamu nggak pernah sama sekali cerita sama aku Ki. Kamu juga Tan,  kamu nggak pernah bilang  sama aku tentang Rifky”
            “Ya, kan kamu sendiri yang nggak mau certain semuanya sama aku. Salah siapa coba?.”
            “Maafin aku ya Kia. Aku nggak ada maksud buat ninggalin kamu. Aku, aku terpaksa. Aku dikeluarkan dari sekolah. Dan pihak sekolah sudah berjanji untuk merahasiakan hal ini.  Karena perceraian kedua orang tua kami, aku terjerumus dalam dunia narkoba. Maafin aku Kia. Setelah pindah di Jawa, aku masuk ke dalam penjara dan rehabilitasi. Aku udah bertekad pengen berubah demi kamu. Mafin aku ya, Kia? Aku takut, kalau dulu kamu tahu soal ini, kamu bakal ninggalin aku. Sebenarnya aku sayang banget sama kamu. Lebih dari sahabat Kia. Kamu tahu itu kan?”

            Setelah mendengar itu, Adzkia sudah lega, rasa penasaran yang begitu lama baru sekarang terjawab. Adzkia tampak tersenyum, tak terbayangkan betapa senang dalam hatinya itu.
            “Maafin aku juga ya, aku nggak bisa ngertiin itu dulu”
            “Waah, dari kata-katanya nih. Kayaknya bakalan ada yang mau bayar PeJe nih, Pajak jadian..”
            “Huu.., kamu tuh ya, maunya ditraktir mulu.”
Sontak semua yang mendengar tertawa lepas. Setelah itu mereka kembali tertawa dan bergurau bersama seperti pada masa-masa dulu mereka. Rifky dan Adzkia, Kemudian Adzkia dan Tantri. Sekarang mereka telah kumpul bertiga secara bersama-sama.

Selesai...

0 komentar:

Posting Komentar