Cinta dalam Penantian
Oleh Nurul Izzati
Sejak awal masuk SMA , Adzkia memang terlihat sering
menutup diri. Ia tidak terlalu ceria dan sering terlihat murung. Seperti ada
banyak masalah yang selalu melanda pikirannya. Walaupun masalah yang dihadapinya itu tampak begitu
berat, ia tak mau menceritakannya kepada siapapun, walaupun dengan sahabatnya
sendiri.
Tantri, sahabatnya itu selalu ingin tahu apa masalah
yang selalu disembunyikan Kia selama ini . tetapi tetap saja Kia tak mau
mengatakannya. Sampai waktunya Tantri menyerah dan tak ingin lagi membuat Kia
sedih.
Hari itu, Adzkia dari pagi terlihat sangat murung. Ia menyerah.
Ia capek dengan masa lalu yang jadi masalahnya. Ia mulai berfikir bahwa ia memerlukan bantuan seseorang
untuk membantunya dalam pencariannya. Jadi, saat siang pulang sekolah Adzkia
mulai mau bercerita sedikit tentang seseorang yang selama ini dia cari, dia
sedih karena sampai saat ini ia tak dapat menemukannya. Tetapi walaupun begitu, ia tetap menjaga rahasia
pada masa lalunya itu rapat-rapat.
Saat itu pula, tantri sebagai sahabat, pastinya ingin jadi pahlawan yang ingin
mengeluarkan Kia dari masa lalu yang selalu merantai hidupnya. Sikap Tantri yang tidak tau apa-apa itu selalu
terobsesi mencarikan Kia seorang pacar yang dapat merubah hidup Kia yang
menurutnya hitam kelam itu.
Momen demi momen Tantri manfaatkan untuk dapat
nyomblangin Adzkia sama cowok yang dia anggap baik-lah buat hidup Kia, dapat ngebahagiain Kia begitu. Kebetulan Kia sejak akhir–akhir ini
selalu menanyakan teman lamanya yang bernama Rifky. Tapi walau itu cuman akal-akalan Tantri, Kia percaya saja dengan jawaban-jawaban yang diberikan Tantri yang tampaknya memberi harapan itu.
“Kamu yakin itu dia, Tan? . Dia itu teman SMP aku, dia udah nggak tinggal disini lagi. Nggak mungkin kamu bisa kenal sama dia”.
“Ya Ampun, apanya yang nggak mungkin coba! Kamu tau
nggak, dunia tuh sempit kali!”
“Tapi kan, aku aja udah lama nggak ketemu sama dia , aku
aja nggak tau dia dimana”
“Kamu tuh ya, coba aja kamu mau cerita sama aku, dia itu
siapa sih? Pacar kamu ya? Ngaku aja deh. Pake tutup-tutupin segala lagi. Jadinya aku juga ikutan susah nih.”.
“Kamu nggak usah sok tau deh, aku kan udah berkali-kali
bilang sama kamu, nggak usah tanya dia itu siapanya aku , aku udah bilang dia teman
lamaku, udah gitu aja kok.”
“Iya deh maaf, maafin dong?”
“Lagian kamu, aku kan cuma mau nanya aja, kamu nya lagi
lagi nanya soal itu-itu aja, bosen tau!”
“Ya udah, sebagai permohonan maaf nih, aku kasih kamu
nomer hape-nya nih, ini beneran Rifky
loh. Kamu mau
nggak? Mau dong ya?”
“Hmm.., mau nggak ya? Ya udah, mau aja deh.”
“Halaah..,mau aja apa mau banget? Ahahaha.
Mereka berdua tertawa bersama, dan Tantri pun merasa
senang sudah membuat Kia tertawa selepas itu.
***
Sejak saat itu Kia
mulai terlihat ceria, iya selalu kirim-kiriman pesan pada cowok yang kata
Tantri itu teman lamanya Kia. Tentunya Tantri bangga sekali sudah bisa
nyomblangin Kia sama seorang cowok.
“Gimana Kia, aku
nggak bohong kan sama kamu ?”
“Sejauh ini sih
enggak ya. Aku kan belum ngeliat dia.
Buat ngebuktiin, aku
mau ketemu sama dia nih, gimana menurut kamu?”
“Emmm, eee..eee…
terserah kamu aja deh, eeemm itu kan hak kamu.”
“Ya udah deh, lain kali aku mau janjian ketemuan sama
dia.”
Kia semakin
kelihatan senang, dia akan bertemu orang yang lama ia tunggu-tunggu. Kia selalu
berharap dan berkata dalam hati
“Mudah-mudahan
aku beneran bisa ketemu sama Rifky lagi, aku berharap banget.”
***
Tiba pada saatnya, hari itu Kia sudah janjian sama Rifky
buat ketemuan di sebuah kafe di pusat kota. Hatinya sudah dipenuhi rasa tak
sabar , semua tentang Rifky penuh dalam pikirannya. Entah kenapa, mungkin karena saking senangnya
hingga pikirannya tak dapat alihkan. Sambil mengendarai sepeda motor yang
melaju ringan, ia bernyanyi dan sekaligus diiringi lagu yang diputarnya melalui
musik player ponselnya, ia tak pernah sesenang itu.
Saat ia sedang melewati lapangan futsal, pandangan nya
pun tertuju pada seorang cowok berbaju kaos futsal yang penuh keringat itu
menyita perhatian Adzkia. Tapi tunggu, sepertinya Adzkia mengenalinya, cowok itu, Ya Tuhan apa
aku tidak salah lihat, dalam hati Adzkia yang sangat kacau, pikirannya bercampur
aduk , pikirannya mulai tak karuan.
“Ya Tuhan, apakah itu Rifky ku?”.
Ia segera meraih ponselnya dan mematikan musik player dan
langsung menelepon Rifky. Dan…
“Halo?” suara itu, Adzkia tidak kenal suara itu. Di tekannya tombol
merah ponselnya, ia semakin kacau, di sana terlihat cowok berbaju kaos seragam
futsal itu tidak memegang ponsel sama sekali, lalu terlihat melemparkan tasnya
didalam bus pelajar luar kota itu beserta teman satu teamny. Ia memasuki bus
dan segera berangkat dari tempat itu.
Jadi? Ini siapa? Hati Adzkia terus bergejolak, otaknya
berfikir keras. Seketika ia memutuskan menelepon kembali, dan lagi-lagi..
“Halo?”
Tapi, lagi-lagi, ini bukan suara Rifky, Kia menjerit dalam hatinya.
Kemudian,
secara tak sadar ia telah melewati lapangan futsal itu
dan Rifky nya pun sudah terlihat jauh. Ia pun menangis sejadi-jadinya.
“Tuhan, apakah ini tanda aku akan kehilangan Rifky yang kedua kalinya? Hanya sekejap saja aku
melihat dia di sana. Masih belum cukup kah semua ini ya Tuhan?”
Sepanjang perjalanan ia terus menangisi apa yang baru
saja di alaminya, sekian lama ia mencari Rifky, tapi setelah melihat saja, ia
harus kehilangan kembali Rifky nya, bahkan Rifky sendiri tak sempat melihatnya.
Hati Kia penuh dengan emosi bergejolak, ia segera menemui sahabatnya sendiri
yang tega membohonginya.
***
“Kenapa
kamu tega-teganya bohongin aku! Udah cukup aku ngerasain sakit. Tega ya kamu.
Kamu itu sahabat apa sih?”
Dengan
terengah-engah Kia mengatur nafas, rasanya yang
emosi bergejolak dan bergemuruh dalam hatinya meluap begitu saja di depan
Tantri. Air mata tak sanggup dibendungnya. Dengan terisak-isak ia terus
menghakimi Tantri. Tantri yang terkejut dengan kedatangan temannya itu hanya diam
termangu merasa bersalah dan berusaha meminta maaf atas kesalahannya pada Kia.
Tantri
berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, sebanarnya ia lakukan itu
hanya untuk membuat Kia senang dan membuatnya merasa bahagia. Tapi ternyata semua menyimpang
jauh dari dugaannya.
“Aku minta maaf banget ya Kia, aku nggak ada maksud
bikin kamu sedih kayak gini. Aku nggak nyangka semuanya bisa jadi begini. Aku
minta maaf baget ya. Dia baik kok, dia nggak bakalan nyakitin kamu. Aku kenal
banget sama dia, dia baik banget kok Ki.”
“Kamu tuh nggak tau masalah
sebenarnya, jadi ingetin sama kamu! Jangan sok tau! Aku nggak nyangka kamu bisa
sejahat itu sama aku!”
Tantri merasa bersalah, kesal pada
dirinya, ia menyesal melakukannya. Matanya mulai berkaca-kaca, ia sudah
berusaha menjelaskan, tapi Kia tetap tak mau memaafkannya. Kia pun berlalu
meninggalkan Tantri, tak sanggup lagi ia memandang sahabatnya itu.
“Ahh! Apa itu
yang dinamakan sahabat! Aku muak mendengar kata-katanya yang selalu
menatasnamakan kebahagiaanku! Nyatanya, aku tak bahagia sama sekali. Tapi dia yang sengaja menambah kesedihan ku,
merusak kebahagiaan ku!”
Selama perjalanan pulangnya itu Adzkia
tak henti-henti memikirkan kejadian yang baru saja dia alami. Rasanya sakit,
ketika dalam keadaan yang tidak tepat sahabatnya tega membohonginya. Tak pernah
ia bayangkan sebelumnya bisa seperti
ini.
Setelah sampai di rumah Adzkia tak
lagi mengucapkan salam kepada Papa dan Mama nya yang sudah lama menunggunya di
ruang keluarga. Dengan mata yang sembab dan muka nya yang berantakan,
menyisakan kekhawatiran di benak kedua orangtuanya.
Kia melempar
tas-nya dan langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Air matanya
mengalir seiring sakit hati yang ia rasakan.
Kepalanya terasa pusing, pikirannya bercabang-cabang. Fikirannya
melayang tak tentu arah. Di sana terlihat Rifky yang pergi meninggalkannya,
Tantri yang sedang menertawakannya, orangtuanya yang mencemaskannya. Semuanya!
Semua masa lalunya tiba-tiba datang merasuki alam ingatannya…
***
Teringat saat Kia masih duduk di bangku Sekolah Menengah
Pertama, sebuah cerita dimana Kia bersahabat dekat dengan Rifky. Rifky selalu
menemani Kia dalam keadaan apapun. Kemana-mana mereka selalu berdua. Banyak
orang menyangka mereka berdua pacaran, tapi nyatanya tidak. Entah apa yang
dirasakan oleh hati keduanya. Mereka selalu bercanda bersama, tiap hari Kia
selalu bercerita dan curhat tentang kesehariannya bersama Rifky setelah pulang
sekolah di belakang sekolah tempat mereka biasa nongkrong.
Hari itu mereka berdua sudah memasuki semester pertama
mereka di kelas Dua. Sorenya Rifky sudah janjian untuk jalan-jalan bersama Kia,
karena sewaktu sebelum kenaikan kelas, Rifky sudah berjanji akan mentraktir Kia
kalau mereka sudah sama-sama naik kelas nanti.
Pergilah mereka berdua bersepeda sore bersama
mengelilingi kampung dan makan eskrim bersama di taman. Canda gurau selalu
mengisi hari-hari mereka kumpul bersama. Begitu pula senyum kegembiraan
selalu mewarnai wajah Kia ketika bersama
Rifky. Rifky senang setiap saat bersamaa Kia, ia selalu menemani dan menjaga
Kia.
Setelah puas berjalan-jalan dan jajan di sana-sini
mereka berdua pun pulang. Tidak lupa Rifky selalu mengantar Kia sampai
dirumahnya.
“Makasih ya Ki, udah traktir aku, kenyang benget nih.
Sering-sering aja yaah!” Rifky hanya tersenyum dan segera berpamitan dengan Kia
beserta kedua orang tuanya.
Siang itu, Kia tampak gembira sekali. Tidak seperti
biasanya, senyumnya yang sebentar-sebenta mengembang, membuat teman-temannya
penasaran apa yang sedang dia alami, termasuk Rifky.
“Kamu kenapa Kia, kok senyam-senyum sendirian gitu?
Jangan bilang kamu udah gila? Ya Ampun kasian cantik-cantik gila. Cuma aku yang
mau nemenin kamu kalau kamu gila.”
“Guraunya jangan gitu dong. Iya aku tau kok. Kamu kan
emang temen aku yang paliiiiing baik di dunia, hehe. Nanti pulang sekolah aku
cerita deh sama kamu. Aku tunggu ya nanti!”
“Iya deh iya.. “
Kriiiing….kriiing….kriiiing
Bel pulang sekolah berbunyi, mereka berdua langsung
menuju taman belakang sekolah. Di sana Kia bercerita panjang lebar bahwa dia
sudah punya pacar dan bagaimana
kronologinya. Walaupun hari sudah mulai sore, Kia tetap bersemangat bercerita.
Disaat asyik bercerita tiba-tiba Rifky memotong pembicaraan dan mengingatkan
agar segera pulang. Dan mau tidak mau Kia pun ikut pulang bersama Rifky.
Dan beberapa hari setelahnya, Kia sangat heboh, ke sana
ke mari berlari lari. Bicara dengan kencang, bagaimana tidak, berbicara dengan
temannya yang jarak nya seperti dari Sabang sampai ke Merauke, jauh banget.
Saking sibuknya kali yaa. Menghampiri teman saja tidak sempat. Ternyata ia
besok akan merayakan hari ulang tahun nya dan mengingatkan teman-temannya untuk
memberinya kado.
“Ki, besok kamu datang ya ke rumah aku. Eeets, jangan
lupa bawa kado buat aku ya temen baik, hehe.”
Lagi-lagi Rifky hanya tersenyum, walaupun Kia tau Rifky
memang suka begitu. Tapi kali ini perasaan Kia manafsirkan lain. Entah apa yang
dirasakan Kia, Ia sendiri pun tak tahu.
Hari inilah Kia ulang tahun, tapi ia tidak merasa
senang, ia masih memikirkan firasatnya tentang Rifky. Semalaman ia tak bisa
tidur, berkali kali ia mencoba menghalau pikiran kacau yang kerap mengganggunya
itu. Sampai acara itu tiba, Rifky tak datang-datang menghadiri perayaan ulang
tahun Kia.
Kia gelisah, apa yang akan dilakukan oleh Rifky, dalam
benaknya ia berfikir keras. Tadi, Rifky juga tidak sekolah. Kia semakin
khawatir dengan Rifky. Beberapa teman lainnya berkata pada Kia bahwa Rifky
selalu menanyakan dia. Tapi, setelah ditanya mereka juga tak tahu kemana Rifky.
Suatu sore, keesokan harinya hari sedang hujan, seperti
biasa Adzkia tak pernah pergi keluar rumah kecuali pergi ke sekolah ataupun
kepentingan lain, Kia hanya di rumah saja. Ia masih belum berhenti memikirkan
Rifky. Saat dia sedang berada kamar, di bukanya tirai, dan di sana di depan
teras rumah tetangga, itu siapa? Dalam hati ia berkata-kata. Di lihatnya
kembali jelas-jelas, siapa yang dilihatnya itu? Astaga! Itu Rifky berdiri
dengan sepeda nya basah kuyup sambil memandang ke arah kamar Adzkia.
“Kenapa Rifky hujan-hujanan disana? Ya Ampun Rifky
kemana aja kamu. Kasihan kamu Rifky, nanti kamu bisa sakit.” Saat itu pula Kia
ingin memanggilnya, Kia langsung pergi keluar kamar, langsung mengambil payung
dan bergegas menemui Rifky. Tapi saat itu pula Rifky segera mengayuh sepedanya
pergi dari tempat itu. Saat tiba di luar, dilihatnya di sana Rifky tidak
terlihat lagi. Dialihkan pandangannya ke ujung jalan, terlihat Rifky sedang
mengayuh sepeda kecilnya. Kecewa bergemuruh dalam hati Kia. Ada apa sih dengan
kamu Ki? Apa salah aku sama kamu?
***
Berminggu-minggu Rifky sudah tidak masuk sekolah. Kia
semakin gelisah memikirkan apa arti firasatnya waktu itu, hingga saat ini Rifky
belum juga muncul dihadapannya. Mengapa sore itu Rifky tak mau menghampiri aku?
Mengapa ia pergi begitu saja? Tidak adakah kata-kata yang ingin diucapkannya
padaku? Rifky, apa salah aku sama kamu? Apa kamu nggak suka aku pacaran sama
Kak Marsel? Aku minta maaf kalau aku udah bikin kamu begini. Kamu kemana? Aku
kangen sama candaan kamu, Ki.
Kia tak dapat berhenti memikirkan Rifky, ia tak dapat
membohongi kata hatinya yang merindukan sosok Rifky kembali. Ia sadar ia sudah
punya pacar. Tetapi mengapa malah Rifky yang selalu ada dalam pikirannya.
***
Tok…tok…tok..
“ Kiaaa…, nak, bangun nak. Kia bangun sayang… Kiaa…”
Tok…tok…tok..
“Kia… bangun dong sayang. Ada yang nyariin kamu tuh,
nak.”
Mama Kia terus membangunkankan Kia. Kia pun terbangun
dari tidurnya yang melelahkan. Ternyata ia tadi tertidur di tengah isak
tangisnya, mungkin ia sudah merasa lelah sehingga terlelap. Jauh di alam mimpi
tadi ternyata dia kembali ke masa lalunya.
“Ya Tuhan, bagaimana ini bisa terjadi. Aku sudah lama
berusaha ingin melupakannya. Tapi aku sendiri masih terperangkap dalam masa
lalu itu”
“Kia, cepat sayang. Tamunya sudah lama menunggu kamu.”
“Nggak ma, palingan itu Tantri. Aku nggak mau ketemu
sama dia!”
“kamu tolong keluar dulu ya sayang…”
Dengan muka yang suntuk dan bermalas-malasan, Kia keluar
kamar. Sebenarnya ia malas sekali melayani tamu dalam keadaannya yang seperti
tak terurus itu.
“Mama tau kamu lagi sedih banget ya.., tapi kalau ada
tamu begitu kamu rapiin sedikit ya rambutnya.”
Adzkia baru
tersadar setelah di hadapan kaca ternyata rupanya di sana benar-benar kusut,
“apa yang ku pikirkan sampai jadinya begini. Untung aja mama nggak sampai bilang
kayak kuntilanak.”bisiknya dalam hati. Rambutnya langsung dirapikannya dengan
bersisir lalu diikat nya.
Mama Kia langsung mengajak Kia ke ruang tamu. Dengan
tertunduk ia, lalu melihat di sana, “tuh kan, ada Tantri, au ahh malas banget!”,
ia menggerutu dalam hati. “Tapi, itu siapa di sebelah Tantri? Astaga!
“Rifky?”, ia
setengah menjerit.
“Tan, kok Rifky
bisa sama kamu?. Rifky, kok.. kamu? “
Kia menggeleng-gelengkan kepala, serasa tidak percaya
dengan apa yang dialaminya. Ia menepuk-nepuk pipinya. Benarkah ini?
“Kamu nggak sedang
bermimpi Kia, kamu kan baru saja bangun. Ini aku, beneran aku Rifky, masak kamu
nggak kenal sama aku ?” Rifky mendekati Kia.
“Aku nggak percaya,
kok kamu?”
“Iya, Tantri itu
Adik ku, Kami berdua memang sudah lama
berpisah. Karena kedua orang tua kami. Dan sekarang, aku sudah tinggal di sini”
“Haa? Aku masih
belum percaya. Nggak, nggak, ini nggak mungkin Ki.”
“Iya , Kia. Rifky
itu kakak ku. Udah aku bilang, aku nggak ada maksud bohongin kamu begitu Kia”
“Tapi kamu nggak
pernah sama sekali cerita sama aku Ki. Kamu juga Tan, kamu nggak pernah bilang sama aku tentang Rifky”
“Ya, kan kamu
sendiri yang nggak mau certain semuanya sama aku. Salah siapa coba?.”
“Maafin aku ya Kia.
Aku nggak ada maksud buat ninggalin kamu. Aku, aku terpaksa. Aku dikeluarkan
dari sekolah. Dan pihak sekolah sudah berjanji untuk merahasiakan hal ini. Karena perceraian kedua orang tua kami, aku
terjerumus dalam dunia narkoba. Maafin aku Kia. Setelah pindah di Jawa, aku
masuk ke dalam penjara dan rehabilitasi. Aku udah bertekad pengen berubah demi
kamu. Mafin aku ya, Kia? Aku takut, kalau dulu kamu tahu soal ini, kamu bakal
ninggalin aku. Sebenarnya aku sayang banget sama kamu. Lebih dari sahabat Kia.
Kamu tahu itu kan?”
Setelah mendengar
itu, Adzkia sudah lega, rasa penasaran yang begitu lama baru sekarang terjawab.
Adzkia tampak tersenyum, tak terbayangkan betapa senang dalam hatinya itu.
“Maafin aku juga
ya, aku nggak bisa ngertiin itu dulu”
“Waah, dari
kata-katanya nih. Kayaknya bakalan ada yang mau bayar PeJe nih, Pajak jadian..”
“Huu.., kamu tuh
ya, maunya ditraktir mulu.”
Sontak semua yang mendengar tertawa lepas. Setelah itu
mereka kembali tertawa dan bergurau bersama seperti pada masa-masa dulu mereka.
Rifky dan Adzkia, Kemudian Adzkia dan Tantri. Sekarang mereka telah kumpul
bertiga secara bersama-sama.
Selesai...
0 komentar:
Posting Komentar